Syahrizal Koto, lahir di Pariaman, 6 September 1960, alumni Fakultas Seni Rupa Jurusan Seni Patung ISI Yogyakarta, menggelar pameran di Gria Santrian Gallery, Hotel Gria Santrian Sanur, Denpasar. Seniman yang sudah banyak berkiprah dan telah melanglang buana diberbagai event serta meraih beberapa penghargaan karya seni patung terbaik ini melakukan pameran tunggal dengan tema “Classic Work”.
Pameran dibuka oleh Dr Martha Tilaar pada hari, Jumat, 16 Maret 2012, hadir dalam pembukaan Mantan Menteri Pariwista I Gede Ardika, akan berlangsung sampai tanggal 10 Mei 2012 dengan memajang lebih dari 20 hasil karya berupa patung.
Syahrizal Koto membuat model karyanya dari tanah liat, karena jenis dan hasil karyanya dapat dengan mudah dan cocok dikonstruksi dengan tanah liat. Rangka patung, yaitu dibuat dari kerangka besi atau kayu yang menopang tanah liat untuk model berukuran besar cukup sulit dibikin, tapi berefek memberikan karakter yang cukup berbeda pada karyanya.
Sesungguhnya, rangka dari sebuah karyanya adalah model-model yang direduksi menjadi hubungan-hubungan gerak dan sikap yang paling sederhana. Membuat model dari tanah liat (kecuali untuk benda sangat kecil yang dapat digenggam dan dibolak-balik dengan tangan) sebenarnya bukan sekadar memijit-mijit dan meremas-remas tanah liat hingga menjadi bentuk yang diinginkan, melainkan ibarat membajui atau memberi daging pada kerangka. Inilah uniknya proses penambahan; sedangkan memahat (batu, misalnya) adalah proses pengurangan.
Patung adalah kerajinan dan sekaligus seni. Kombinasi kerajinan dan seni harus dibangkitkan kembali. Syahrizal Koto melakukannya dengan cara luar-biasa yang menggabungkan keduanya. Selain memandang hasil artistik karyanya, kita dapat belajar menambahkan kategori baru pada pengetahuan dan cara pandang kita terhadap dinamika seni patung.
Pameran dibuka oleh Dr Martha Tilaar pada hari, Jumat, 16 Maret 2012, hadir dalam pembukaan Mantan Menteri Pariwista I Gede Ardika, akan berlangsung sampai tanggal 10 Mei 2012 dengan memajang lebih dari 20 hasil karya berupa patung.
Syahrizal Koto membuat model karyanya dari tanah liat, karena jenis dan hasil karyanya dapat dengan mudah dan cocok dikonstruksi dengan tanah liat. Rangka patung, yaitu dibuat dari kerangka besi atau kayu yang menopang tanah liat untuk model berukuran besar cukup sulit dibikin, tapi berefek memberikan karakter yang cukup berbeda pada karyanya.
Sesungguhnya, rangka dari sebuah karyanya adalah model-model yang direduksi menjadi hubungan-hubungan gerak dan sikap yang paling sederhana. Membuat model dari tanah liat (kecuali untuk benda sangat kecil yang dapat digenggam dan dibolak-balik dengan tangan) sebenarnya bukan sekadar memijit-mijit dan meremas-remas tanah liat hingga menjadi bentuk yang diinginkan, melainkan ibarat membajui atau memberi daging pada kerangka. Inilah uniknya proses penambahan; sedangkan memahat (batu, misalnya) adalah proses pengurangan.
Patung adalah kerajinan dan sekaligus seni. Kombinasi kerajinan dan seni harus dibangkitkan kembali. Syahrizal Koto melakukannya dengan cara luar-biasa yang menggabungkan keduanya. Selain memandang hasil artistik karyanya, kita dapat belajar menambahkan kategori baru pada pengetahuan dan cara pandang kita terhadap dinamika seni patung.